Namaku Agus, aku tinggal di salah satu sudut kota Jakarta. Aku berumur sembilan tahun. Aku tinggal bersama ayah dan ibuku di sebuah rumah kontrakan yang terletak tak jauh dari kali Ciliwung.
Setiap pagi, aku selalu diantar ibuku ke sekolah, karena tempat kerja ibuku searah dengan sekolahku.
Oya, ibuku, hanya ibu biasa. Pekerjaannya sederhana saja. Setiap hari ibuku menjadi buruh cuci gosok di dua rumah. Kata ibuku sih, rumah tempat ibu ku bekerja itu besar-besar, ada ruang tamu, ruang keluarga, dapur bersih dan dapur kotor, belum lagi kamar tidur yang jumlahnya lebih dari tiga. Waahhh besar sekali. Kata ibu lagi, rumah kontrakan kami, besarnya seperti kamar tidur utama tempat ibu bekerja.
Setiap pagi, ibu ku selalu bangun sebelum azdan subuh memanggil. Lalu ibu melaksanakan shalat tahajud, setelah itu membaca Alquran hingga waktu subuh tiba. Setelah shalat subuh, ibu mulai menyiapkan makanan. Hebatnya, ibu bisa memasak sambil mencuci baju loh. Ketika aku bilang, bahwa ibu hebat, bisa mengerjakan dua pekerjaan sekaligus, ibuku tersenyum dan berkata ,
”Ah, ibu hanya ibu biasa nak, ibu-ibu lain juga bisa seperti ini.”
Setelah memasak dan mencuci, kemudian ibu menyiapkan perbekalan sekolahku. Aku memang tidak pernah diberi ibu uang jajan, karena memang ibu dan ayah tidak punya uang berlebihan. Kalaupun ada, uang itu harus ditabung untuk biaya sekolahku hingga perguruan tinggi, begitu selalu kata ayah dan ibuku.
Tapi, hebatnya lagi, ibu selalu bisa membuat makanan yang lezat untuk bekal sekolahku. Mulai dari mi goreng sosis, nasi goreng bungkus telur, sosis bungkus mi, pizza (sssttt, kata ibu sih ini yang namanya pizza, pizza ala ibu, terbuat dari mi yang digoreng dengan telur), kentang goreng ala ibu (yang ini rasanya ga kalah dengan kentang goreng di restoran cepat saji), dan masih banyak lagi. Ide memasak ibu tidak pernah habis. Tidak heran kalau aku juga ga terlalu suka jajan.
Dan, ketika aku bilang ibu hebat, lagi-lagi ibu berkata ,
”Ah, ibu hanya ibu biasa kok nak, ibu-ibu lain juga pasti seperti ibu…”
Setelah semua selesai, kamipun berangkat. Ayah berangkat dengan menggunakan motor kreditan, menuju tempatnya bekerja. Aku dan ibu, berjalan kaki menuju sekolahku. Jarak antara rumah dan sekolahku, kata ayah kurang lebih tiga kilometer, dan itu aku tempuh bersama ibuku dengan berjalan kaki. Pertama kali, memang terasa capek, tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa. Bahkan kini, aku sangat menantikan saat berjalan kaki bersama ibu. Karena, selama kita berjalan, ibu selalu bercerita tentang kisah Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya. Mulai dari kebaikan-kebaikan Rasulullah saw, kegigihan Rasulullah saw dalam mempertahankan agama Islam, hingga kisah-kisah keajaiban-keajaiban alam semesta. Sungguh luar biasa. Mataku selalu berbinar-binar ketika mendengar cerita ibuku. Ketika aku tanyakan, dari mana ibu tahu tentang cerita-cerita itu, ibuku menjawab, dari salah satu rumah tempat ibu bekerja, disana terdapat perpustakaan mini, kata ibu koleksi buku-bukunya banyaaakk sekali. Dan ketika aku sampai di sekolah, pasti kukatakan, ibu hebat.
Namun, ibu selalu tersenyum, dan seperti biasa, ibu selalu menjawab ,”Ah, ibu hanya ibu biasa anakku sayang, ibu-ibu lain juga pasti seperti ibu…”
Dan, sebelum aku masuk ke gerbang sekolah, kami selalu berdoa sejenak. Ibu selalu mendoakan agar aku dimudahkan dalam memahami ilmu, menjadi anak yang shalih, menjadi anak yang menyayangi orang tua dan sesama, dan menjadi anak yang sangat mencintai Allah, Alquran dan Rasulullah saw. Setelah itu ibuku menciumku, dan aku pun mencium tangan ibu. Sebelum meninggalkan sekolahku, biasanya ibuku menuju musholla sekolah untuk melaksanakan shalat dhuha.
Ah, ibuku hanya ibu biasa, seperti juga ibu-ibu yang lainnya.
Saat bel sekolah jam dua belas siang, ibu sudah menungguku di musholla sekolah. Ibu selalu mengajakku untuk melaksanakan shalat dhuhur tepat waktu. Setelah shalat, kamipun pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Jika berangkat sekolah ibu selalu bercerita tentang kisah Rasulullah saw, maka pulang sekolah, saatnya kami bertukar cerita. Ibu menceritakan pekerjaannya, sedangkan aku bercerita tentang guru, pelajaran hari ini, dan tentu saja tentang teman-temanku. Hebatnya, saat aku bercerita ibu selalu mendengarkan dengan seksama. Ibu akan tertawa ketika cerita ku lucu, ibu akan tersenyum jika ceritaku sedih, dan ibu akan menggenggam tanganku jika aku mendapat nilai kurang pada ulangan hari itu. Ibu tidak pernah marah. Ibu selalu mendengarkan semua ceritaku dengan seksama.
Ibuku….. hanya ibu biasa….
Saat sampai di rumah, setelah aku mengganti pakaian, kami pun makan siang bersama. Kami tidak punya meja makan, jadi kami makan di lantai beralaskan karpet tipis pemberian majikan tempat ayahku bekerja. Kami makan di depan TV, tapi ibu tidak pernah mau menyetel TV, karena menurut ibu, acara TV saat siang, tidak ada yang bagus, kalau bukan sinetron, pasti gossip. Begitu selalu kata ibu. Maka, kami pun makan sambil mendengarkan kaset murotal. Dan hebatnya, terkadang ibu mengikuti bacaan di murotal. Ketika kutanya, ibu sudah hafal ya? Ibu tersenyum, mengangguk dan kemudian mengucap Alhamdulillah….
Ah, ibuku hebat….
Setelah makan, aku pun istrahat siang, kalau tidak membuka-buka pelajaran, aku akan tidur. Tapi, lebih sering, aku mengulang pelajaran dengan ibu. Ini aku kerjakan sambil menemani ibu yang sedang menyetrika pakaian kami. Jika ada soal-soal pelajaran yang susah, aku selalu bertanya pada ibu, dan hebatnya, ibu selalu bisa menjawab. Ketika aku tanya, kenapa ibu bisa menjawab semua soal-soal pelajaranku, ibu akan berkata ,
”Kan dulu juga ibu sekolah nak, nah, saat di kelas, ibu selalu memperhatikan apa yang diterangkan oleh guru, dan ibu juga rajin mengulang pelajaran, seperti yang kamu lakukan saat ini,” kata ibu sambil mencubit gemas hidungku.
“Wah kalau begitu, Agus juga akan sehebat ibu dong,” kataku sambil tersenyum manis untuk ibu……
Setelah shalat ashar, aku meminta ijin pada ibu untuk bermain dengan teman-temanku. Saat aku bermain, biasanya ibu akan membersihkan rumah. Menyapu halaman rumah kontrakan kami, membersihkan debu-debu, merapikan lemariku yang selalu acak-acakkan, menyiram pot-pot tanaman kesukaan ayah, menyikat kamar mandi, mengepel lantai rumah, dan masih banyak lagi. Jika ada sisa waktu, ibu akan mempergunakan untuk mengobrol dengan tetangga. Kata ibu, asal tidak ngerumpi ga pa pa, yang penting kita harus berlaku baik dan ramah pada tetangga.
Sebelum adzan maghrib berkumandang, aku akan pulang ke rumah dan membersihkan diri. Setelah itu, aku pergi ke masjid bersama ayahku, untuk shalat maghrib berjamaah.
Sampai di rumah, kami bertiga akan membaca Alquran secara bergantian. Walaupun bacaanku belum lancar, ibu dan ayah selalu memberi semangat, untuk terus membaca. Ini kami lakukan hingga menjelang adzan isya. Setelah melaksanakan shalat isya di masjid, kami pun makan malam. Saat ini juga sangat aku nantikan, karena saat makan, kami akan selalu bertukar cerita.
Setelah makan malam, ibu lalu mencuci piring-piring yang kotor dan membersihkan dapur. Aku mempersiapkan buku-buku untuk esok hari. Ayah, membaca Alquran di ruang depan. Biasanya aku tidur jam setengah sembilan malam. Sebelum tidur, ibu selalu mendongeng. Yang mengasyikkan, ibu mendongeng dengan ekspresi, alias tidak membaca buku. Jadi jika ibu mendongeng tentang kelinci atau kodok, ibu pun akan melompat. Jika ibu mendongeng sedang naik kuda, maka ibu pun akan bertingkah seperti orang naik kuda. Jika ibu bercerita tentang kesedihan, maka ibupun akan berpura-pura menangis sesegukan.
Ah, ibuku hebat…..
Tapi terkadang aku bingung terhadap ibuku, aku tidak pernah melihat ibu istirahat. Saat aku bangun pagi, ibu sudah bangun, saat aku hendak tidur, ibu belum juga tidur. Pernah aku bertanya pada ibu,
“Bu, ibu kok sepertinya ga pernah istirahat? Ibu selalu bekerja, apa ibu tidak pernah capek?”
“Agus sayang, kalau capek, ya, pasti capek, tapi ibu sangat menikmati apa yang ibu kerjakan. Ibu menikmati saat bercerita denganmu, bermain denganmu, mengerjakan pekerjaan rumah ataupun saat bekerja di rumah orang, ibu sangat menikmati hal itu nak, hingga capek badan, tidak pernah benar-benar ibu rasakan, karena ibu ikhlas…”
Dan aku pun akan pelan-pelan tertidur sambil melihat ibu yang sedang menjahit celanaku yang sobek, atau menjahit celana ayah yang kepanjangan, hingga menjahit gorden baru untuk rumah kami. Pelan-pelan mataku terpejam sambil menatap ibu yang tengah mengerjakan pekerjaan rumah sambil bibirnya tak pernah lepas dari lantunan ayat-ayat suci Allah……
Dalam mimpi aku berkata ,”Ibu hebat……”
Dan ibukupun akan menjawab sambil tersenyum
,”Ibu, hanyalah ibu biasa, apa yang ibu lakukan ini, juga dilakukan oleh ibu-ibu yang lainnya……”
Ya, ibuku memang hanya ibu biasa……..
Tampilkan postingan dengan label kisah bagus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kisah bagus. Tampilkan semua postingan
Selasa, 25 Mei 2010
Luar Biasa!!! Seorang Anak Kecil Mampu Menghafal 1 Kitab dalam Sehari
Luar Biasa!!! Seorang Anak Kecil Mampu Menghafal 1 Kitab dalam Sehari

Subhanallah!!! Seorang anak kecil mampu menghafal di luar kepala 1 kitab dalam sehari. Siapakah dia? Baca kisahnya di bawah ini.
Hari-hari beliau sarat dengan ilmu. Belajar dan mengajar dari satu majelis ke majelis lainnya sampai di dalam penjara. Fatwa-fatwa dan risalah beliau selalu diharapkan meskipun beliau mendekam dalam penjara.
Sejak kecil sudah tampak kesungguhannya dalam belajar. Terlebih lagi Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan kepadanya kekuatan hafalan dan sifat sulit lupa. Sehingga apa yang dibacanya sekali sudah terpatri dalam ingatannya, baik lafadz maupun maknanya.
Al-Imam Abu Thahir As-Sarmari menyebutkan dalam majelis ke-67 dari majelis imlaknya tentang dzikir dan al-hifzh: “Di antara keajaiban-keajaiban kekuatan hafalan (hifzh) di zaman kita ini adalah Syaikhul Islam Abul ‘Abbas Ahmad bin ‘Abdul Halim Ibnu Taimiyah. Karena beliau pernah melihat sebuah kitab lalu membacanya satu kali, saat itu juga isi kitab itu telah tercetak di dalam benaknya. Kemudian dia mengulang-ulang dan menukilnya dalam tulisan-tulisannya secara tekstual atau makna.
Bahkan lebih menakjubkan lagi yang pernah saya dengar tentang beliau adalah kisah yang diceritakan sebagian sahabatnya ketika beliau masih anak-anak. Ayahnya ingin membawa anak-anaknya rekreasi ke sebuah taman, lalu beliaupun berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Hai Ahmad, engkau berangkat bersama saudara-saudaramu untuk bersantai.’ Tapi Ibnu Taimiyah memberi alasan kepada ayahandanya, sedangkan ayah beliau terus mendesak. Syaikhul Islam tetap menolak: ‘Saya ingin ayah memaafkan saya untuk tidak keluar.’
Akhirnya sang ayah meninggalkannya dan berangkat bersama saudara-saudara beliau yang lain. Mereka menghabiskan hari itu di taman tersebut, dan kembali menjelang sore.
Setelah tiba di rumah, sang ayah berkata: ‘Hai Ahmad, engkau telah membuat saudaramu kesepian dan menodai kegembiraan mereka dengan ketidakhadiranmu bersama mereka. Mengapa?’
Beliau menjawab: ‘Wahai ayahanda, sesungguhnya hari ini tadi, ananda sudah menghafal kitab ini.’ Beliau menunjukkan sebuah kitab di tangan beliau.
Sang ayah terkejut, kagum dan tidak percaya: ‘Engkau sudah menghafalnya?’ Lalu beliau berkata kepada Syaikhul Islam: ‘Bacakan kitab itu kepadaku.’
Syaikhul Islam membacakannya, dan ternyata beliau memang telah menghafal isi kitab itu seluruhnya. Sang ayah segera mendekap dan mencium keningnya seraya berkata: ‘Wahai anakku, jangan engkau ceritakan kepada siapapun apa yang telah kau lakukan.’ Demikian katanya karena khawatir ‘ain (mata hasad) menimpa putranya tersebut.”
Ibnu ‘Abdil Hadi menyebutkan pula, ada seorang syaikh dari Halab datang ke Damaskus dan mendengar berita tentang seorang anak yang sangat cepat hafalannya bernama Ahmad bin Taimiyah. Dia ingin melihat anak tersebut. Setelah ditunjukkan jalan yang biasa dilalui Ibnu Taimiyah ke tempat belajarnya, syaikh itupun duduk menanti. Tak lama kemudian, datanglah Ibnu Taimiyah membawa batu tulis besar. Syaikh itu memanggilnya dan melihat batu tulis itu lalu meminta agar Ibnu Taimiyah menghapus tulisan yang ada kemudian menuliskan apa yang didiktekannya.
Ada belasan hadits yang didiktekan, kemudian syaikh itu memerintahkan beliau membacanya lalu menyetorkan apa yang dibacanya tadi. Syaikhul Islam segera menyetorkannya kepada syaikh itu apa yang dibacanya dari batu tulis itu. Kemudian syaikh itu mendiktekan beberapa sanad lalu memerintahkan beliau membacanya. Setelah itu syaikh itu memerintahkannya agar menyetorkan apa yang dibacanya di atas batu tulis itu. Setelah itu, syaikh tadi bangkit berdiri dan mengatakan bahwa kalau anak ini panjang umur, urusannya sangat besar di masa mendatang. Karena belum pernah ada yang seperti dia kekuatan hafalannya.
Diambil dari
http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=741
Selasa, 04 Mei 2010
KISAH R.A. KARTINI, BERUSAHA MENJADI MUSLIMAH SEJATI
Kartini tdk dapat diartikan lain kecuali sesuai dgn apa yg tersirat dlm kumpulan suratnya; "DOOR DUISTERNIS TOT LICHT", yg terlanjur diartikan oleh Armijn Pane sbg, "Habis Gelap Terbitlah Terang". Sedangkan Prof. Dr. Haryati Soebadio, Dirjen Kebudayaan Depdikbud, yg notabene cucu RA Kartini mengartikannya sbg "dari Gelap Menuju Cahaya", yg kalau kita lihat dalam Al Qur'an akan tertulis sbg, "Minadzhdzhulumati Ilaan Nuur". Ini merupakan inti ajaran Islam yg membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya (iman).
Kartini memiliki pengalaman yg tdk menyenangkan semasa belajar mengaji. Ibu guru mengajinya memarahi dia dan menyuruhnya keluar karena Kartini menanyakan makna ayat Al Qur'an yg dibacanya tadi.
Inilah suratnya kepada Stella tertanggal 6 November 1899 dan kepada Abendanon tertanggal 15 Agustus 1902
" Mengenai agama Islam, Stella, aku hrs menceritakan apa. Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dgn umat agama lain. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tdk boleh memahaminya.
Al Qur'an terlalu suci, tdk boleh diterjemahkan ke dlm bahasa apapun. Di sini tdk ada yg mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tetapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Sama saja halnya spt engkau mengajar aku membaca buku berbahasa Inggris, aku hrs menghafal kata demi kata, tetapi tdk satupun kata yg kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi soleh pun tdk apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella..??
" Dan waktu itu aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk mengerti sedikitpun. Aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tdk mau lagi membaca Al Qur'an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan bahasa asing yg aku tdk mengerti apa artinya, dan jangan-jangan ustadz-ustadzahku pun tdk mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya nanti aku akan mempelajari apa saja.
Aku berdosa. Kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tdk boleh mengerti artinya.".
Sampai pada suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulan khusus utk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama Raden Ayu yg lain dari balik Khitab (tabir). Kartini tertarik kpd materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat, ulama besar yg sering memberikan pengajian di beberapa kabupaten di sepanjang pesisir utara. Setelah selesai pengajian, KArtini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya utk menemui Kyai Saleh Darat.
" Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu, bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yg berilmu namun menyembunyikan ilmunya..?”
Tertegun sang Kyai mendengar pertanyaan Kartini yg diajukan secara diplomatis. Kyai Saleh Darat paham betul akan maksud pertanyaan yg diajukan Kartini krn sebelumnya pernah terlintas dalam pikirannya. (Dialog ini dicatat oleh Ny. Fadillah Bc. Hk Cucu Kyai Saleh Darat)
Singkat cerita tergugahlah sang Kyai utk menterjemahkan Al Qur'an ke dlm bahasa Jawa. Dan ketika hari pernikahan Kartini tiba, Kyai Saleh Darat memberikan kepadanya terjemahan Al Qur'an juz pertama. Mulailah Kartini mempelajari Al Qur'an. Tapi sayang sebelum terjemahan itu rampung, Kyai Saleh Darat berpulang ke rahmatullah.
Dalam surat Al Baqarah Ayat 257, Kartini menemukaan kata-kata yg amat menyentuh nuraninya ;
"Orang-orang yg beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (MInadzdzulumaati Ilaan Nuur)".
Kartini amat terkesan dgn ayat ini, krn ia merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari pemikiran jahiliyah kpd pemikiran terbimbing oleh Nuur Ilahi. Dan sebelum wafatnya Kartini, dlm banyak suratnya mengulang kata-kata " Dari gelap menuju cahaya ", yg ditulis dalam bahasa Belanda sbg " Door Duisternis Toot Licht ".
Yang kemudian dijadikan kumpulan surat Kartini oleh Abendanon yg sama sekali tdk mengetahui bahwa kata-kata itu dikutip dari AlQur'an. Ditambah lagi diterjemahkan sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang" oleh Armijn Pane.
Setelah pengajian tsb terjadilah perubahan besar dalam diri Kartini. Kini ia mulai memahami Islam. Coba simak beberapa suratnya lagi ;
" Sudah lewat masanya, tadinya mengira bhw masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yg paling baik tiada taranya, maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna..?? Dapatkah Ibu menyangkal bhw dibalik hal yg indah dlm masyarakat Ibu terdapat banyak hal yg sama sekali tdk patut dinamakan peradaban ?? " (kepada Ny Abendanon, 27 October 1902)
" Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kpd rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka Kristenisasi................bagi orang Islam, melepaskan kepercayaannya sendiri dan memeluk agama lain merupakan dosa yg sebesar-besarnya........pendek kata, boleh melakukan zending, tetapi janganlah meng-kristen-kan orang lain. Mungkinkah itu dilakukan ? " (kepada E.C Abendanon, 31 january 1903)
Memang kumpulan surat-surat Kartini bukanlah kitab suci. Tapi kalau kita telaah kembali maka akan nampaklah apa cita-citanya yg luhur.
Sayang itu semua sudah mengalami banyak deviasi sejak diluncurkan dahulu, setelah berlalu tiga generasi konsep Kartini tentang emansipasi semakin hari semakin hari jauh meninggalkan makna pencetusnya. Sekarang dgn mengatasnamakan Kartini para feminis justru berjalan dibawah bayang-bayang alam pemikiran Barat, suatu hal yg malah ditentang oleh Kartini. Bagaimana tanggapanmu wahai para wanita..??
[Lihat selengkapnya di: http://www.mail-archive.com/islam@ssi1.ssi.global.sharp.co.jp/msg00699.html]
Kartini memiliki pengalaman yg tdk menyenangkan semasa belajar mengaji. Ibu guru mengajinya memarahi dia dan menyuruhnya keluar karena Kartini menanyakan makna ayat Al Qur'an yg dibacanya tadi.
Inilah suratnya kepada Stella tertanggal 6 November 1899 dan kepada Abendanon tertanggal 15 Agustus 1902
" Mengenai agama Islam, Stella, aku hrs menceritakan apa. Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dgn umat agama lain. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku kalau aku tidak mengerti dan tdk boleh memahaminya.
Al Qur'an terlalu suci, tdk boleh diterjemahkan ke dlm bahasa apapun. Di sini tdk ada yg mengerti bahasa Arab. Orang-orang disini belajar membaca Al Qur'an tetapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tdk mengerti apa yg dibacanya. Sama saja halnya spt engkau mengajar aku membaca buku berbahasa Inggris, aku hrs menghafal kata demi kata, tetapi tdk satupun kata yg kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi soleh pun tdk apa-apa asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella..??
" Dan waktu itu aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk mengerti sedikitpun. Aku tdk mau lagi melakukan hal-hal yg aku tdk tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tdk mau lagi membaca Al Qur'an, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan bahasa asing yg aku tdk mengerti apa artinya, dan jangan-jangan ustadz-ustadzahku pun tdk mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya nanti aku akan mempelajari apa saja.
Aku berdosa. Kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tdk boleh mengerti artinya.".
Sampai pada suatu ketika Kartini berkunjung ke rumah pamannya, seorang Bupati Demak. Saat itu sedang berlangsung pengajian bulan khusus utk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian bersama Raden Ayu yg lain dari balik Khitab (tabir). Kartini tertarik kpd materi yg sedang diberikan, tafsir Al Fatihah, oleh Kyai Saleh Darat, ulama besar yg sering memberikan pengajian di beberapa kabupaten di sepanjang pesisir utara. Setelah selesai pengajian, KArtini mendesak pamannya agar bersedia untuk menemaninya utk menemui Kyai Saleh Darat.
" Kyai perkenankan saya menanyakan sesuatu, bagaimanakah hukumnya apabila seseorang yg berilmu namun menyembunyikan ilmunya..?”
Tertegun sang Kyai mendengar pertanyaan Kartini yg diajukan secara diplomatis. Kyai Saleh Darat paham betul akan maksud pertanyaan yg diajukan Kartini krn sebelumnya pernah terlintas dalam pikirannya. (Dialog ini dicatat oleh Ny. Fadillah Bc. Hk Cucu Kyai Saleh Darat)
Singkat cerita tergugahlah sang Kyai utk menterjemahkan Al Qur'an ke dlm bahasa Jawa. Dan ketika hari pernikahan Kartini tiba, Kyai Saleh Darat memberikan kepadanya terjemahan Al Qur'an juz pertama. Mulailah Kartini mempelajari Al Qur'an. Tapi sayang sebelum terjemahan itu rampung, Kyai Saleh Darat berpulang ke rahmatullah.
Dalam surat Al Baqarah Ayat 257, Kartini menemukaan kata-kata yg amat menyentuh nuraninya ;
"Orang-orang yg beriman dibimbing Allah dari gelap menuju cahaya (MInadzdzulumaati Ilaan Nuur)".
Kartini amat terkesan dgn ayat ini, krn ia merasakan sendiri proses perubahan dirinya, dari pemikiran jahiliyah kpd pemikiran terbimbing oleh Nuur Ilahi. Dan sebelum wafatnya Kartini, dlm banyak suratnya mengulang kata-kata " Dari gelap menuju cahaya ", yg ditulis dalam bahasa Belanda sbg " Door Duisternis Toot Licht ".
Yang kemudian dijadikan kumpulan surat Kartini oleh Abendanon yg sama sekali tdk mengetahui bahwa kata-kata itu dikutip dari AlQur'an. Ditambah lagi diterjemahkan sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang" oleh Armijn Pane.
Setelah pengajian tsb terjadilah perubahan besar dalam diri Kartini. Kini ia mulai memahami Islam. Coba simak beberapa suratnya lagi ;
" Sudah lewat masanya, tadinya mengira bhw masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yg paling baik tiada taranya, maafkan kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna..?? Dapatkah Ibu menyangkal bhw dibalik hal yg indah dlm masyarakat Ibu terdapat banyak hal yg sama sekali tdk patut dinamakan peradaban ?? " (kepada Ny Abendanon, 27 October 1902)
" Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kpd rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka Kristenisasi................bagi orang Islam, melepaskan kepercayaannya sendiri dan memeluk agama lain merupakan dosa yg sebesar-besarnya........pendek kata, boleh melakukan zending, tetapi janganlah meng-kristen-kan orang lain. Mungkinkah itu dilakukan ? " (kepada E.C Abendanon, 31 january 1903)
Memang kumpulan surat-surat Kartini bukanlah kitab suci. Tapi kalau kita telaah kembali maka akan nampaklah apa cita-citanya yg luhur.
Sayang itu semua sudah mengalami banyak deviasi sejak diluncurkan dahulu, setelah berlalu tiga generasi konsep Kartini tentang emansipasi semakin hari semakin hari jauh meninggalkan makna pencetusnya. Sekarang dgn mengatasnamakan Kartini para feminis justru berjalan dibawah bayang-bayang alam pemikiran Barat, suatu hal yg malah ditentang oleh Kartini. Bagaimana tanggapanmu wahai para wanita..??
[Lihat selengkapnya di: http://www.mail-archive.com/islam@ssi1.ssi.global.sharp.co.jp/msg00699.html]
Selasa, 13 April 2010
*Kisah Nyata tentang Gandrung kepada Wanita yang Menyebabkan Kekafiran*
Berikut ini adalah dua kisah nyata yang menyingkap bahwa di antara sebab kekufuran kepada Allah adalah karena tergila-gila kepada wanita.
Kisah pertama diceritakan oleh Abul Faraj Ibnu al-Jauzi, di mana beliau berkata:
“Telah sampai kepadaku tentang seorang laki-laki di Baghdad yang dipanggil dengan nama Shalih al-Muadzin. Dia menjadi muadzin selama 40 tahun. Dia dikenal sebagai seorang yang shalih.
Suatu hari dia menaiki menara masjid untuk mengumandangkan adzan. Tiba-tiba dia melihat anak wanita seorang nasrani yang rumahnya berdekatan dengan masjid, maka laki-laki itu tergoda olehnya. Dia pun mendatangi dan mengetuk pintu. Si wanita bertanya: ”Siapa Anda?” Dia menjawab: “Saya Shalih al-Muadzin”. Pintu pun terbuka untuknya, dan begitu masuk dia langsung mendekatkan wanita itu ke tubuhnya, lalu si wanita itu berkata: “Kamu menanggung amanat, perbuatan khianat macam apa ini?” Laki-laki itu berkata: “Jika engkau setuju dengan kemauanku maka engkau selamat, jika tidak maka aku akan membunuhmu”. Si wanita itu berkata: “Saya tidak akan menurutimu kecuali jika engkau meninggalkan agamamu”. Laki-laki itu berkata: ”Saya berlepas diri dari islam dan apa yang dibawa oleh Muhammad”.
Laki-laki itu mendekati si wanita, lalu si wanita berkata: ”Kamu mengatakan itu semata-mata supaya tercapai tujuanmu, lalu kamu akan kembali kepada agamamu, (kalau benar-benar serius) maka makanlah daging babi!” Laki-laki itu pun makan daging babi. Si wanita berkata: ”Minumlah khamr!” Laki-laki itu pun minum khamr.
Ketika khamr telah berada di perutnya, dia mendekati si wanita, tetapi wanita itu masuk dan menutup pintu rumahnya sembari berkata: ”Naiklah ke atas loteng sampai datang ayahku untuk menikahkanmu denganku”. Laki-laki itu pun naik loteng, lalu terjatuh dan mati. Wanita itu keluar dan menutupkan kain ke mayatnya, lalu ayahnya datang, maka wanita itu menceritakan kejadian itu kepada ayahnya. Sang ayah mengeluarkan mayat tersebut di waktu malam dan membuangnya di perkebunan, akan tetapi tampak jasadnya. Lalu dia dilemparkan di tempat pembuangan sampah” 1.
Adapun kisah yang lain diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsier Rahimahullah tentang kejadian di tahun 278 H sebagai berikut:
”Pada tahun itu wafatlah Abduh bin Abdirrahman semoga Allah memburukkannya. Ibnu al-Jauzi menceritakan bahwa orang celaka ini pada awalnya adalah mujahidin, banyak berjihad ke negeri Romawi.
Ketika dia ikut serta dalam sutu peperangan bersama kaum muslimin yang sedang mengepung di suatu negeri bawahan Romawi, tiba-tiba dia melihat seorang wanita Romawi di benteng tersebut. Laki-laki itu terpikat kepadanya lalu melemparkan surat kepada wanita yang berbunyi: ”Bagaimana cara mendapatkan dirimu?” maka dijawab oleh wanita tersebut: ”Hendaknya engkau beragama nasrani kemudian naik (ke atas benteng) menemui saya”. Laki-laki itu menyetujuinya. Tiada kaum muslimin berpatroli melainkan dia selalu di sisi wanita itu. Hal itu menyebabkan kegelisahan kaum muslimin dan mereka merasa sangat terpukul.
Setelah lewat beberapa waktu, mereka melewati laki-laki itu bersama wanita tersebut di dalam benteng. Maka mereka berkata: ”Wahai fulan, bagaimana dengan Quranmu? Bagaimana dengan ilmumu? Bagaimana dengan shaummu? Bagaimana dengan jihadmu? Bagaimana dengan shalatmu?” Laki-laki itu menjawab: ”Ketahuilah, saya telah melupakan al-Quran secara keseluruhan kecuali firman-Nya:
”Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS. Al-Hijr: 2-3).
Sedangkan saya bersama mereka mendapatkan harta dan anak.” 2
Foote Note:
1. Dzammul Hawa: 409.
2. al-Bidayah XI / 64.
[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 23-27, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].
copas dari blog> fb
Kisah pertama diceritakan oleh Abul Faraj Ibnu al-Jauzi, di mana beliau berkata:
“Telah sampai kepadaku tentang seorang laki-laki di Baghdad yang dipanggil dengan nama Shalih al-Muadzin. Dia menjadi muadzin selama 40 tahun. Dia dikenal sebagai seorang yang shalih.
Suatu hari dia menaiki menara masjid untuk mengumandangkan adzan. Tiba-tiba dia melihat anak wanita seorang nasrani yang rumahnya berdekatan dengan masjid, maka laki-laki itu tergoda olehnya. Dia pun mendatangi dan mengetuk pintu. Si wanita bertanya: ”Siapa Anda?” Dia menjawab: “Saya Shalih al-Muadzin”. Pintu pun terbuka untuknya, dan begitu masuk dia langsung mendekatkan wanita itu ke tubuhnya, lalu si wanita itu berkata: “Kamu menanggung amanat, perbuatan khianat macam apa ini?” Laki-laki itu berkata: “Jika engkau setuju dengan kemauanku maka engkau selamat, jika tidak maka aku akan membunuhmu”. Si wanita itu berkata: “Saya tidak akan menurutimu kecuali jika engkau meninggalkan agamamu”. Laki-laki itu berkata: ”Saya berlepas diri dari islam dan apa yang dibawa oleh Muhammad”.
Laki-laki itu mendekati si wanita, lalu si wanita berkata: ”Kamu mengatakan itu semata-mata supaya tercapai tujuanmu, lalu kamu akan kembali kepada agamamu, (kalau benar-benar serius) maka makanlah daging babi!” Laki-laki itu pun makan daging babi. Si wanita berkata: ”Minumlah khamr!” Laki-laki itu pun minum khamr.
Ketika khamr telah berada di perutnya, dia mendekati si wanita, tetapi wanita itu masuk dan menutup pintu rumahnya sembari berkata: ”Naiklah ke atas loteng sampai datang ayahku untuk menikahkanmu denganku”. Laki-laki itu pun naik loteng, lalu terjatuh dan mati. Wanita itu keluar dan menutupkan kain ke mayatnya, lalu ayahnya datang, maka wanita itu menceritakan kejadian itu kepada ayahnya. Sang ayah mengeluarkan mayat tersebut di waktu malam dan membuangnya di perkebunan, akan tetapi tampak jasadnya. Lalu dia dilemparkan di tempat pembuangan sampah” 1.
Adapun kisah yang lain diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsier Rahimahullah tentang kejadian di tahun 278 H sebagai berikut:
”Pada tahun itu wafatlah Abduh bin Abdirrahman semoga Allah memburukkannya. Ibnu al-Jauzi menceritakan bahwa orang celaka ini pada awalnya adalah mujahidin, banyak berjihad ke negeri Romawi.
Ketika dia ikut serta dalam sutu peperangan bersama kaum muslimin yang sedang mengepung di suatu negeri bawahan Romawi, tiba-tiba dia melihat seorang wanita Romawi di benteng tersebut. Laki-laki itu terpikat kepadanya lalu melemparkan surat kepada wanita yang berbunyi: ”Bagaimana cara mendapatkan dirimu?” maka dijawab oleh wanita tersebut: ”Hendaknya engkau beragama nasrani kemudian naik (ke atas benteng) menemui saya”. Laki-laki itu menyetujuinya. Tiada kaum muslimin berpatroli melainkan dia selalu di sisi wanita itu. Hal itu menyebabkan kegelisahan kaum muslimin dan mereka merasa sangat terpukul.
Setelah lewat beberapa waktu, mereka melewati laki-laki itu bersama wanita tersebut di dalam benteng. Maka mereka berkata: ”Wahai fulan, bagaimana dengan Quranmu? Bagaimana dengan ilmumu? Bagaimana dengan shaummu? Bagaimana dengan jihadmu? Bagaimana dengan shalatmu?” Laki-laki itu menjawab: ”Ketahuilah, saya telah melupakan al-Quran secara keseluruhan kecuali firman-Nya:
”Orang-orang yang kafir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)”. (QS. Al-Hijr: 2-3).
Sedangkan saya bersama mereka mendapatkan harta dan anak.” 2
Foote Note:
1. Dzammul Hawa: 409.
2. al-Bidayah XI / 64.
[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 23-27, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].
copas dari blog> fb
Senin, 29 Maret 2010
Ibuku Bemata Satu
Surat dari seorang sahabat di Bumi Allah…(teks asli surat berbahasa Arab)
Aku tinggal di sebuah kota kecil bersama Ibuku, seorang Ibu yang hanya memiliki satu bola mata, sedang yang satunya aku tidak tahu kenapa dan aku memang tidak mau tahu karena aku begitu benci dengan pemandangan seperti itu, sungguh tidak layak dipandang dan membuatku malu…, pikirku.
Untuk memenuhi kebutuhan harian kami, Dia (Ibu-ku) bekerja sebagai juru masak di sekolah tempat aku belajar.
Suatu hari (di sekolah), ia datang menghampiriku untuk menghabiskan jam istirahatnya bersamaku. Akupun mengatakan padanya; Ibu.., mengapa Ibu kemari..? aku malu dengan teman-temanku bu.., aku tidak ingin mereka tahu kalau aku mempunyai Ibu bermata satu.
Dia (Ibu) hanya diam dan pura-pura tidak mendengar perkataanku, akupun memelototinya dengan penuh rasa kebencian.
Keesokan harinya, beberapa teman dekat-ku mengejekku dengan mengatakan; “anak si Ibu mata satu”…mereka terus mengatakan hal yg sama hingga aku merasa malu dan ingin rasanya bersembunyi di tempat yg tidak diketahui siapapun…, sempat juga terfikir oleh-ku untuk menghindar jauh dari ibuku. Kenapa tidak…? Pikirku.
Sejak saat itu akupun belajar dengan keras dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan peluang beasiswa ke Singapura, dan akhirnya akupun mendapatkannya.
Yes…, akhirnya aku bisa menghilang dari hadapan ibuku yg selalu membuatku malu.
Aku pergi…, belajar.., menikah…, punya anak…dan akupun membeli rumah di Singapura. Aku menikmati masa-masa bahagia dari hidupku…,
Hingga pada suatu hari Ibuku datang mengunjungiku, saat itu aku sedang tidak ada di rumah.
Ia (ibuku) pun bermain-main dan bersenda gurau dengan anak-anakku, hingga ketika aku pulang kerja akupun kaget melihatnya, dengan setengah berteriak aku mengatakan: Heyyy…berani benar Ibu datang kemari dan bermain dengan anak-anakku..? keluar sekarang juga, teriakku.
Ibuku menjawab; oh maaf…, sepertinya Ibu salah masuk rumah. Ia-pun keluar dan menghilang dari pandanganku. Huff..dasar, ngapain juga dia kemari, celotehku.
Beberapa bulan kemudian, aku melakukan perjalanan dinas di daerah kelahiranku (tempat-ku sekolah dulu). Iseng-iseng (sekedar hanya ingin tahu), akupun berniat melihat rumah kami dulu (tepatnya rumah Ibuku, Ibu yang selalu membuatku malu)…,
Setibanya di depan rumahku, belum sempat aku masuk ke dalam rumah, seorang tetangga yang aku kenal dulu sebagai petani tua memanggilku.., iapun mengatakan; ibumu sudah meninggal sebulan yang lalu nak, dia menitipkan surat ini untuk diserahkan padamu.
Aneh…, sedikitpun aku tidak merasakan sedih ataupun kehilangan.
Akupun berlalu dari pak tua itu. Sambil duduk di kursi tua di bawah pohon cemara di depan rumah kami, perlahan namun pasti kubuka surat tersebut..:
“Anakku sayang, sepanjang hari Ibu selalu memikirkanmu…, Ibu rindu denganmu nak, Ibu kangen denganmu anakku. Semenjak Ayahmu berpulang keharibaan-Nya, hanya engkaulah mutiara ibu nak.
Duhai mutiara hatiku…, maafkan Ibu nak, waktu itu Ibu berkunjung ke rumahmu di Singapura tanpa memberi kabar terlebih dahulu, Ibu tidak bermaksud membuatmu malu anakku, Ibu juga tidak berniat untuk menakut nakuti anakmu dengan kondisi Ibu yang hanya memiliki satu mata…, Ibu hanya kangen dan ingin melepas rindu padamu dan cucu-cucu Ibu.
Ibu mohon maaf karena sering membuatmu malu, Ibu mohon maaf karena telah membuat hidupmu tidak nyaman anakku.
Ketahuilah duhai anakku sayang…, dulu ketika engkau masih kecil.., engkau mengalami kecelakaan sehingga harus kehilangan satu bola matamu.
Sebagai seorang Ibu, aku tidak tega, aku tidak sanggup membiarkan engkau hidup dalam kesedihan dan tumbuh besar hanya dengan satu bola mata. Ibu tidak ingin engkau dihina oleh teman-temanmu hanya karena satu matamu telah tiada.
Oleh karena itu, akupun memberikan satu bola mataku untukmu anakku sayang.
Ibu sangat bahagia dan sangat bangga karena anak Ibu satu-satunya dapat melihat dunia dengan mata kepalaku sendiri…
Salam Cinta…
Ibumu…
Tanpa terasa, air mataku pun menetes…, tidak tahu harus bilang apa, tidak tahu harus berbuat apa…, hatiku berkecamuk, air mataku semakin deras mengalir…
Ibu…
Maafkan anakmu ini…
Aku juga sayang padamu bu…
Ya Rabb…, berilah kebahagiaan pada Ibuku…
Terj. Jakarta, 21 Maret 2010
copas note -misya...
Aku tinggal di sebuah kota kecil bersama Ibuku, seorang Ibu yang hanya memiliki satu bola mata, sedang yang satunya aku tidak tahu kenapa dan aku memang tidak mau tahu karena aku begitu benci dengan pemandangan seperti itu, sungguh tidak layak dipandang dan membuatku malu…, pikirku.
Untuk memenuhi kebutuhan harian kami, Dia (Ibu-ku) bekerja sebagai juru masak di sekolah tempat aku belajar.
Suatu hari (di sekolah), ia datang menghampiriku untuk menghabiskan jam istirahatnya bersamaku. Akupun mengatakan padanya; Ibu.., mengapa Ibu kemari..? aku malu dengan teman-temanku bu.., aku tidak ingin mereka tahu kalau aku mempunyai Ibu bermata satu.
Dia (Ibu) hanya diam dan pura-pura tidak mendengar perkataanku, akupun memelototinya dengan penuh rasa kebencian.
Keesokan harinya, beberapa teman dekat-ku mengejekku dengan mengatakan; “anak si Ibu mata satu”…mereka terus mengatakan hal yg sama hingga aku merasa malu dan ingin rasanya bersembunyi di tempat yg tidak diketahui siapapun…, sempat juga terfikir oleh-ku untuk menghindar jauh dari ibuku. Kenapa tidak…? Pikirku.
Sejak saat itu akupun belajar dengan keras dan sungguh-sungguh untuk mendapatkan peluang beasiswa ke Singapura, dan akhirnya akupun mendapatkannya.
Yes…, akhirnya aku bisa menghilang dari hadapan ibuku yg selalu membuatku malu.
Aku pergi…, belajar.., menikah…, punya anak…dan akupun membeli rumah di Singapura. Aku menikmati masa-masa bahagia dari hidupku…,
Hingga pada suatu hari Ibuku datang mengunjungiku, saat itu aku sedang tidak ada di rumah.
Ia (ibuku) pun bermain-main dan bersenda gurau dengan anak-anakku, hingga ketika aku pulang kerja akupun kaget melihatnya, dengan setengah berteriak aku mengatakan: Heyyy…berani benar Ibu datang kemari dan bermain dengan anak-anakku..? keluar sekarang juga, teriakku.
Ibuku menjawab; oh maaf…, sepertinya Ibu salah masuk rumah. Ia-pun keluar dan menghilang dari pandanganku. Huff..dasar, ngapain juga dia kemari, celotehku.
Beberapa bulan kemudian, aku melakukan perjalanan dinas di daerah kelahiranku (tempat-ku sekolah dulu). Iseng-iseng (sekedar hanya ingin tahu), akupun berniat melihat rumah kami dulu (tepatnya rumah Ibuku, Ibu yang selalu membuatku malu)…,
Setibanya di depan rumahku, belum sempat aku masuk ke dalam rumah, seorang tetangga yang aku kenal dulu sebagai petani tua memanggilku.., iapun mengatakan; ibumu sudah meninggal sebulan yang lalu nak, dia menitipkan surat ini untuk diserahkan padamu.
Aneh…, sedikitpun aku tidak merasakan sedih ataupun kehilangan.
Akupun berlalu dari pak tua itu. Sambil duduk di kursi tua di bawah pohon cemara di depan rumah kami, perlahan namun pasti kubuka surat tersebut..:
“Anakku sayang, sepanjang hari Ibu selalu memikirkanmu…, Ibu rindu denganmu nak, Ibu kangen denganmu anakku. Semenjak Ayahmu berpulang keharibaan-Nya, hanya engkaulah mutiara ibu nak.
Duhai mutiara hatiku…, maafkan Ibu nak, waktu itu Ibu berkunjung ke rumahmu di Singapura tanpa memberi kabar terlebih dahulu, Ibu tidak bermaksud membuatmu malu anakku, Ibu juga tidak berniat untuk menakut nakuti anakmu dengan kondisi Ibu yang hanya memiliki satu mata…, Ibu hanya kangen dan ingin melepas rindu padamu dan cucu-cucu Ibu.
Ibu mohon maaf karena sering membuatmu malu, Ibu mohon maaf karena telah membuat hidupmu tidak nyaman anakku.
Ketahuilah duhai anakku sayang…, dulu ketika engkau masih kecil.., engkau mengalami kecelakaan sehingga harus kehilangan satu bola matamu.
Sebagai seorang Ibu, aku tidak tega, aku tidak sanggup membiarkan engkau hidup dalam kesedihan dan tumbuh besar hanya dengan satu bola mata. Ibu tidak ingin engkau dihina oleh teman-temanmu hanya karena satu matamu telah tiada.
Oleh karena itu, akupun memberikan satu bola mataku untukmu anakku sayang.
Ibu sangat bahagia dan sangat bangga karena anak Ibu satu-satunya dapat melihat dunia dengan mata kepalaku sendiri…
Salam Cinta…
Ibumu…
Tanpa terasa, air mataku pun menetes…, tidak tahu harus bilang apa, tidak tahu harus berbuat apa…, hatiku berkecamuk, air mataku semakin deras mengalir…
Ibu…
Maafkan anakmu ini…
Aku juga sayang padamu bu…
Ya Rabb…, berilah kebahagiaan pada Ibuku…
Terj. Jakarta, 21 Maret 2010
copas note -misya...
Langganan:
Postingan (Atom)